Sabtu, 06 April 2013

CERPEN - HADIAH ULTAH SWEET SEVENTEEN





“Keluar dari rumahku…!!!” teriak ayahku sambil membentangkan telunjuknya kearah pintu.
Itulah kata2 yg selalu ku ingat, kata2 yg sangat menyakitkan dan membuatku terpuruk.


“Sarapan dulu Nak..!!” kata ibu dari dapur saat melihat aku buru2 memakai sepatu.
“udah siang Bu, takut telat” jawabku.
“Putri, sedikiiit aja..sarapan itu penting lho…!!” bujuk ibuku. Akhirnya aku nyerah, aku tak sanggup melawan keinginan ibuku yg selalu lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Tiba di sekolah, pintu gerbang hampir ditutup, “jangan dulu ditutup Pak…!!” teriakku sambil lari, untungnya pak satpam sedang berbaik hati dan mau menungguku sampai di gerbang. “makasih ya pak, bapak baik dech..” candaku. Pak satpam cuma mesem, keliatannya dia aga kesel
Kegiatan belajar terus berlangsung. Hari ini aku sangat tidak nyaman mengikutinya, karena banyak harapan dan kecemasan yg terus mengganguku. Aku sangat berharap hari ini akan mendapatkan kado paling istimewa dari ayah dan ibuku. Khan ada istilah Sweet Seventeen, jadi aku sangat berharap di usiaku yang ke-17 ini akan menjadi sweet. Dan cemasnya, hari ini aku takut di kerjai teman2 soalnya sudah banyak korban atas kejahilanku tiap mereka ultah.
Akhirnya bel berbunyi, tanpa nunggu teman2 aku langsung cabut dari kelas. Aku tengok kanan kiri keliatannya ga ada gelagat yang mencurigakan dari mereka. Dengan sedikit lega aku teruskan langkahku sampai keluar gerbang. “Syukurlah…ternyata mereka lupa tanggal lahirku, jadi aku bisa selamat dari kejahilan mereka” gumamku dalam hati.
Baru aku bergumam, Tiba-tiba Byuuur…kepalaku di banjur seember air. Aku kaget dengan kedatangan mereka yang entah dari mana. Belum juga kagetku hilang, Plak…plak…telur mentah mendarat di kepalaku. “Wallaaah…kalian jahat banget sich…!!!” Teriakku sambil lari menjauhi mereka, aku lihat ada yang bawa terigu segala dan pastinya bakalan di sembur ke kepalaku, biar aku keliatan kayak ondel2. Mereka tertawa puas melihat aku kena batunya. Aku langsung naik angkot dan meninggalkan mereka yang gagal membumbuiku dengan terigu.
Turun dari angkot aku ga sabar menunggu kejutan apa yang akan mereka kasih seperti tahun2 sebelumnya, pasti sekarang akan sangat special pikirku.
Tiba di depan pintu, aku mendengar ada kegaduhan yang ga begitu jelas.
“Assalamu’alaikum…” Dengan ragu2 aku ucapkan salam sambil membuka pintu.
Tak ada seorangpun yang menjawab salamku. Aku lihat ibu sedang menangis di pojok ruang tamu, Ayah dan Kakakku sedang beradu mulut, lalu aku melihat ada seorang wanita yang ga ku kenal sedang menunduk di kursi tamu.
“kamu itu…koq mau2nya menikah dengan laki2 yang pantasnya jadi ayah kamu, apa kamu ga tau kalau dia itu udah punya cucu” bentak kakakku pada wanita itu.
“kamu jangan kurang ajar ya…jangan pernah kamu marahin dia karena dia tidak tau apa2” kata Ayah balik marah, sambil melayangkan tangannya ke arah pipi kakakku.
“Tampar…tampar saja ayah…belum puaskah ayah menyakiti ibuku dan kini ayah mau menyakiti darah dagingmu sendiri demi wanita yang ga jelas asal usulnya” tangis kakakku
Ayahku kian kalap, tangannya hampir mendarat di pipi kakak, tapi dengan secepat kilat suami kakakku memegang tangan ayah.
“Ma’af ayah…kalau berani jangan sama wanita…hadapi aku” tantang  kakak iparku, meskipun ayah adalah mertuanya, tapi kalau akan menyakiti istrinya dia ga bisa terima.
Entah ayah ga berani menerima tantangan kakak iparku, entah bagaimana, akhirnya ayah berteriak dengan keras, matanya merah dan melotot seolah bola matanya akan meloncat keluar.
“Kalian semua…keluar dari rumah ku…!!! Aku sudah ga butuh kalian lagi…!!”
 “Ayo ibu, kita pergi dari sini…” kata kakakku sambil memegang tangan ibuku yang dari tadi tak henti2nya mencucurkan air mata. Ibuku hanya diam, seolah sangat berat untuk melangkah.
“Ayo ibu…Ayah udah ga butuh kita lagi, buat apa ibu masih bertahan di sini…” paksa kakakku.
“Baiklah Ayah, kalau itu keputusan ayah, ibu pergi sekarang” Akhirnya ibu bicara.
Aku tetap diam tak bergeming, terkesima dengan kejadian yang tengah terjadi
Kakak iparku memboyong aku, karena aku merasa lemas tak berdaya
Akhirnya kami pergi ke rumah nenek meninggalkan ayah yang masih bertolak pinggang.
Semua saudara ibu berkumpul di rumah nenek, mereka sedang menceramahi ibu. Aku ga ngerti urusan orang dewasa dan tak berani gabung dengan mereka, aku putuskan untuk menyendiri di halaman belakang.
Ohh…inikah hadiah sweet seventeenku…
Ternyata yang semua orang bilang dengan istilah sweet seventeen itu tidak berlaku untuk diriku. Tega sekali ayah memberiku hadiah ibu baru bagiku, padahal aku tidak membutuhkan dua ibu. Bagiku, ibu hanya satu dan tak akan bisa terganti oleh orang lain. Because for me, my mom is the best mom in the whole world. Aku hanya bisa berdo’a agar ibu akan selalu tegar.
“Aduuuh…Putriii…kenapa kamu ujan2an,,ayo masuk nak, ibu bakalan sedih kalau nantinya kamu sakit” jerit ibuku sambil menyelimutiku dengan handuk.
Kamipun masuk ke dalam rumah meninggalkan alam yang seolah ikut bersedih menyaksikan cobaan yang tengah kami alami.



















SEKIAN

by

CdR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar